Senin, 11 Mei 2015

On 21.40 by Unknown   No comments


BAB I
PENDAHULUAN
I.         Latar Belakang

Pada masa kejayaan Islam, ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat, pemikir para cendikiawan Islam mewarnai dan mengisi khazanah keilmuan dunia hingga Renaisance tiba. Cakupannya pun sangat luas, mulai dari filsafat, kedokteran, matematika, biologi, sejarah, sastra, fisika, farmasi, geografi, hingga astronomi, dengan demikian , maka dapat dikatakan bahwa pemikiran para cendekiawan Islam memengaruhi hamper semua dibidang kehidupan.
Tidak terkecuali dibidang Astronomi dan matematika yang melahirkan ilmua sekelas Al Battani.
 Zaij Ash-Shabi” merupakan buku karangan Al-Battani yang paling terkenal. Buku ini diulis pada tahun 287 H (900 H) berdasarkan pengalamannya mengamati bintang-bintang di Ar-Raqqah dan Antakya .pada abad XII, buku ini diterjemahkan dalam bahasa latin dengan judul De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerum et Motibus oleh Plato dari Tivoli, Terjaemahan tertua dari karya tersebut masih tersimpad di Vatikan.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Biografi Al-Battani
Al-Battani termasuk salah seorang ilmuwan muslim terkemuka dalam bidang astronomi dan matematika. Bahkan para ilmuwan Barat menganggapnya sebagai salah satu dari orang yang paling jenius dalam ilmu astronomi.
Dia bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Jabir Bin Sanan Al-Harrani Ar-Raqqi Ash-Sha’ibi[1]. Al-Battani lahir pada tahun 585 di Battan, Harramdari[2]. Dari keluarga yang yang telah lama berkecimpung di dunia keilmuan, ayahnya jabir ibn San’an al, Battani dikenal sebagai ilmua ilmuan. Ada perbedaan pendapat tentang tahun lahirnya. Sebagian menyebutkan bahwa dia lahir pada tahun 264 H (878 M), ada juga yang menyebutkan bahwa dia lahir tahun 240 H (854 M) dan ada pula yang menyebutkan bahwa dia lahir setelah 235 H (850 M) tanpa memastikan tahun secara pasti, dia wafat pada tahun 317 H (929 M)[3].Al-Battani dipanggil dengan nama Al-Battani sesuai dengan tempat kelahirannya, yaitu Battan. Sebagai. Sebagaimana dia juga dipanggil dengan nama Ar-Raqqi , dari kata ar-raqqah, yaitu tempat di dekat sungai Furat, dimana dia menghabiskan sabagian masa hidupnya[4].
Namun penulisa abad pertengahan memnggail nama Al-Battani albategnius dan Albategni. Perlu disebutkan di sini bahwa al-Battani adalah salah seorang cucu ilmuwan arab terkemuka, Tsabit bin Qurah.  
B.  Pendidikan Al-Battani
Dalam buku-buku sejarah tidak banyak dosebutkan guru dan pendidikannnya dalam kehidupan al-Batani. Akan tetapi sebagaimana diketahui bahwa Ali bin Isa Al-Asthurlabi dan Yahya bn Abu Manshur adalah dua illmua terkemuka dalam bidangh Astronomi  yang hidup pada masanya. Terutama karena yang perama juga bersal dari Harran, atau ada kemungkinan belajar pada Sebagaian Muridnya. Namu yang jelas, Al-Battani telah menguasai buku-buku yang dikarang dalam bidang astronomi yang banyak beredar pada masanya, terutana buk “Almagest” karangan Ptolemaeus, yang pada suatu saat nanti dia menulis komentarya dan mengkritik sebagian pendapat ptelemaeus yang terdapat dalam buku itu.[5]
Sedangkan dalam buku yang lain, al-Battani belajar astronomi dan matematika dari ayahnya jabir ibnu Sin’an.[6]
Ibnu An-nadim menyebutkan dalam bukunya “Al-Fihrisat” bahwa al-Battani meulai perjalanya mengamati masalah-masalhh astromi sejak tahun 264 H (878). Dengan demikian, lama di kota Ar-Raqqah dan melakukan penelitian astronomi yang berhasil ditemukannya pada tahun 306 H, sesuai yang disebutkan oleh Ibnu An-Nadim. Selain itu, dia juga pernah tingggal lama di kota anthakiyyah di utara Syria, tempat dia membuat teropong bintang yang disebut dengan “Teropong Al-Battani”.
C.      Penemuan Ilmiah Al-Battani
Al-Batani telah menciptakan berbagai penemuan ilmiah dalam ilmu astromi, disamping juga penemuannya dalam bidang Matematika, dan geografi.
1.      Penemuan Dibidang di Bidang Ilmu Astronomi.
Sebelum menginjak usia kepala dua, ia telah melakukan observasi dan studiya di Al-Raaaqqah, yang terletak di tepi sungai Eufrat. Di temapt ini ia menemukan beberpaa terobosan di bidang astronomi.[7]
Dari hasil penelitian yang benar, al-Battani mengamati sudut kecondongan terbesar dan mengukur letak dinding matahari dalam perjalannya secara Zahir.[8] Ia menemukan garis bujur terjauh matahari mengalami peningkatan sebesar 16,470 sejak perhitungan yang dilakukan Ptolomeus beberapa abad sebumnya. Hal ini kemudian menghasilkan satu penemuan penting tentang gerak lengkung matahari.[9]
Al-Battani berhasil memperbaiki nilai keseimbangan pada musim panas dan musim dingin, dia berhasil menghitung nnilai kecondaongan bintang-bintang di siang hari dan mendapatkannya beredar pada posisi 23 dan 35 drajad.[10]
Selanjutnya al-Battani berhasil Menghitung jumlah hari dalam atu tahun (dalam tahun Masehi) beradasarkan penghitungan waktu yang digunakan bumi untuk mengelilingi matahari, yakni 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik.[11]
Al-Battani percaya untuk bawa untuk mengetahui masalah-masalah benda langit diperlukan kegigihan dalam melakukan penelitan dan pengamatan yang teliti, di samping juga memakan waktu yang lama. Tujuannya adalah mendapatkan pengetahuan yang benar.
2.      Penemuan dibidang Matematika dan Trigonometri
Al Battani melakukan perbaikan-perbaikan mendasar dan memberikan solusi penting dalam maslah yang berhubungan dengan matematika trigonometri berbentuk bola. (spherical trigonometry), yaitu ilmu matematika yang telah banyak memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu astronomi.[12] Pengertian sinus dan kosinus dipergunakan untuk menggatikan istilah chord atau tali busur yang biasa digunakan dalam perhitungan astronomi dan tigonometi dimasa itu. Dalam bahasa arab istilah sinus disebut jaib yang berarti tauk atau garis bengkok.[13]
Sedangkan kontangen dalam bahasa arab adalah bayangan lurus fari istium (katulistiwa) dari Gnomon. Gonomon alat semacam papan yang digunakan untuk mengukur cahaya matahari setelah dibagi menjadi dua belas bagian. Menurut Battani, tangent adalah garis baying-bayang melitang yang jatuh di permukaan Gnomon. Ia mengukur garis lurus khatulistiwa melalui pengukuran bayang-bayang yang  muncul pada alat gnomon. Garis lurus itulah yang dikenal dengan sebutakn kontangen, sedangkan garis melintang disebut tangent. Teori tangent dan kontangen inilah yang kemudian menjadi pilar dasar bagi trigonomeri. [14]
Al Battani juga orang yang pertama kali mengganti kata “Ganjil” yang dipergunakan oleh Ptolemaeus dalam sinus trigonometri, dan dia juga melakukan banyak perbaikan dalam ilmu ajbar untuk mengitung nilai sudut dengan prosentase antara sinus nilai itu dengan sempurna. Al Battani adala orang pertama kali yang menghitung tabel matematika untuk mengetahui titik pada garis yang bengkok.[15]
D.      Karya Al-Battani
Al-Battani banyak memiliki buku-buku yang dikarngnya berisi tentang pengamatan bintang-bintang, perbandingan anatara berbagai calendar yang digunakan di bergai suku bangsa (Hijriyah, Persie, Masehi, dan Qitbi), dan berbagai peralatan yang digunakannya dalam mengamati bintang-bintang serta cara membutnya. Di antara buku-buku karangannya yang paling terkenal adalah sebagi berikut :
“Az Zaij Ash-Shabi” merupakan buku karangan Al-Battani yang paling terkela. Buku ini diulis pada tahun 287 H (900 H) berdasarkan pengalamannya mengamati bintang-bintang di Ar-Raqqah[16] dan antakya[17].pada abad XII, buku ini diterjemahkan dalam bahasa latin dengan judul De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerum et Motibus oleh Plato dari Tivoli, Terjaemahan tertua dari karya tersebut masih tersimpad di Vatikan.
Karya al Battani yang lain adalah Kitab Ma’rifah Matali al-Buruj fi ma Bayna Arba Falak, sebuah ilmu pengetahuan tentang zodiac dan pemecahan soal-saol astrologi. Selain itu, dikenal pula Risalah fi Tahkik Akdar al-Ittisalat, yaitu sebuah uraian mengenai sejumlah penemuan dan penerapan astronomi. Karya selanjutnya  adalah Az-Zaujush li Battani (almanac ersi Al-Battani) buku ini memuat enam puluh tema, seperti pembagian planet, lingkaran kecil yang mengitari lingkaran besar, garis orbit, dan sirkulasi peredaran planet. Di kemudain hari buku ini oleh Carlo Nallino dan disimpan di perpustakaan Oskoria, Spanyol.[18]



E.       Komentar Tentang Al-Battani
Seorang pakar astronomi, Edmund Helley, megakui ketelitian al-Battani dalam mengamati bintang-bintang. Pengakuan yang sama juga disampaikan oleh kagore dalam bukunya “fi Tarikh Ar-Riyadhiyya”. Sebagaimana juga yang ditegaskan oleh pakar sejarah George Sarton bahwa dia merasa sanagat kagum kepada Al-Battani yang dianggapnya sebgai salah seorang astronomi Arab terkemuka.
Seorang Pemikir Islam Bekembangsaan India, Sayyid Amir Ali, Mengatakan dalam Bukunya “Ruhul Islam” (the Spirit of Islam), “Tabel Astronomi yang dibuatnya dan diterjemahkanya ke dalam bahasa latin telah menjadi kaedah ilmu astronomi di Eropa selama Berabab-abad. Sekalipun demikian, dia lebih dikenal dalam sejarah ilmu matematika, karena dialah orang yang pertama kali mmemasukkan sinus dan kosinus sampurna sebfai ganti dari angak ganjil dalam ilmu hi tung astronomi dan ilmu hitung trigonometri.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Dengan kegigihan dan uletanya dalam mendalami ilmu Astronomi dan Matematika menjadikan Al Battani salah satu Ilmuan Muslim tersukses dan peletak dasar-dasar dalam ilmu Astronomi modern. Dengan keberhasilannya Al-Battani di dalam mengembangakan Ilmu Astronomi (Perbintangan) membuat Khalifah Harun al-Rasyid membangunkan Istana sebagai bentuk penghargaan atas penemuan al-Battani.


DAFTAR PUSTAKA
Baiatul Muclisin dan Junaidi Abdul Munif. 2009. 105 Tokoh Penemu dan Perintis Dunia. (Yogyakarta : Penerbit Narasi)
Muhammad Gharib Jaudah. 2007. 147 Ilmuan Terkemuka dalam Sejarah Islam. (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar)
Muhammad Razi. 2005. 50 Ilmuan Muslim Populer (Depok : Qultummedia)
2002. Dari Penakluk Jarusalem hingga Angka Nol. (Jakarta : Penerbit Republikas)


[1] Muhammad Gharib Jaudah, 147 Ilmuan Terkemuka dalam sejarah Islam, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2007) hlm. 158
[2] Wahyu Marti Ningsih, Biografi Para Ilmuan, (Yogyakarta : Pustaka Insan Madani, 2009) hlm.109
[3] ibid hlm 159
[4] Muhammad Gharib Jaudah , Op.cit, hlm. 159
[5] Ibid. hlm 160
[6] Badiatul Muchlisin asti dan Junaidi Abdul Munif, 105 Toko penemu dan Peritis Dunia (Yogyakarta : Penerbit Narasi, 2009) hlm. 16
[7] Muhammad Rozi, 50 Ilmuan Muslim Populer, ( Depok : Qultum Media, 2005) hlm. 112
[8] Muhammad Gharib Gaudah, hlm. 161
[9] Wahyu Martiningsih, hlm. 110
[10] Idib. Hlm. 161
[11] Badiatul Muhlisin dan Junaidi Abdul Munif, hlm. 17
[12] Muhammad Gharib Gaudah, hlm. 162
[13] Dari Penaklukan Jarusalem Hingga Angka Nol, (Jakarta : Penerbit Republika, 2002), hlm 49
[14] Dari Penaklukan Jarusalem Hingga Angka Nol, (Jakarta : Penerbit Republika, 2002), hlm. 50
[15] Muhammad Gharib Gaudah, hlm. 163

[16] Ibid. hlm. 163
[17] Salah satu kota timur sungai Orantes di negri Turki.
[18] Wahyu Martiningsih, hlm. 111

On 19.31 by Unknown   1 comment


HADITS TENTANG PENIMBUNAN
حَدَّثَنَا عَيَّاشٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى حَدَّثَنَا الْجُرَيْرِيُّ عَنْ أَبِي الْعَلَاءِ عَنْ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ جَلَسْتُ ح و حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي حَدَّثَنَا الْجُرَيْرِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو الْعَلَاءِ بْنُ الشِّخِّيرِ أَنَّ الْأَحْنَفَ بْنَ قَيْسٍ حَدَّثَهُمْ قَالَ جَلَسْتُ إِلَى مَلَإٍ مِنْ قُرَيْشٍ فَجَاءَ رَجُلٌ خَشِنُ الشَّعَرِ وَالثِّيَابِ وَالْهَيْئَةِ حَتَّى قَامَ عَلَيْهِمْ فَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ بَشِّرْ الْكَانِزِينَ بِرَضْفٍ يُحْمَى عَلَيْهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ ثُمَّ يُوضَعُ عَلَى حَلَمَةِ ثَدْيِ أَحَدِهِمْ حَتَّى يَخْرُجَ مِنْ نُغْضِ كَتِفِهِ وَيُوضَعُ عَلَى نُغْضِ كَتِفِهِ حَتَّى يَخْرُجَ مِنْ حَلَمَةِ ثَدْيِهِ يَتَزَلْزَلُ ثُمَّ وَلَّى فَجَلَسَ إِلَى سَارِيَةٍ وَتَبِعْتُهُ وَجَلَسْتُ إِلَيْهِ وَأَنَا لَا أَدْرِي مَنْ هُوَ فَقُلْتُ لَهُ لَا أُرَى الْقَوْمَ إِلَّا قَدْ كَرِهُوا الَّذِي قُلْتَ قَالَ إِنَّهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا قَالَ لِي خَلِيلِي قَالَ قُلْتُ مَنْ خَلِيلُكَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا ذَرٍّ أَتُبْصِرُ أُحُدًا قَالَ فَنَظَرْتُ إِلَى الشَّمْسِ مَا بَقِيَ مِنْ النَّهَارِ وَأَنَا أُرَى أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرْسِلُنِي فِي حَاجَةٍ لَهُ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ مَا أُحِبُّ أَنَّ لِي مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا أُنْفِقُهُ كُلَّهُ إِلَّا ثَلَاثَةَ دَنَانِيرَ وَإِنَّ هَؤُلَاءِ لَا يَعْقِلُونَ إِنَّمَا يَجْمَعُونَ الدُّنْيَا لَا وَاللَّهِ لَا أَسْأَلُهُمْ دُنْيَا وَلَا أَسْتَفْتِيهِمْ عَنْ دِينٍ حَتَّى أَلْقَى اللَّهَ
(BUKHARI - 1319) : Telah menceritakan kepada kami 'Ayyasy telah menceritakan kepada kami 'Abdul A'laa telah menceritakan kepada kami Al Jurairiy dari Abu Al 'Alaa' dari Al Ahnaf bin Qais berkata; Aku duduk bermajelis. Dan juga diriwayatkan, telah menceritakan kepada saya Ishaq bin Manshur telah mengabarkan kepada kami 'Abdush Shamad berkata, telah menceritakan kepadaku bapakku telah menceritakan kepada kami Al Jurairiy telah menceritakan kepada kami Abu Al 'Alaa' bin Asy-Syikhkhir bahwa Al Ahnaf bin Qais menceritakan kepada mereka, katanya: Aku duduk bersama para pembesar orang-orang Quraisy kemudian datanglah seseorang yang rambut pakaian dan penampilannya berantakan hingga ia berdiri diantara mereka lalu ia mengucapkan salam dan berkata,: "Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang menimbun hartanya dengan batu yang diseterikakan kepadanya di neraka Jahannam, lalu diletakkan pada daerah (susu) nya diantara mereka hingga ia keluar dari ujung tulang pundaknya, lalu diletakkan pada ujung tulang pundaknya hingga ia keluar pada bagian (susu) nya hingga ia berguncang. Kemudian orang itu pergi lalu duduk bersandar pada tiang. Aku mengikutinya lalu duduk disampingnya, sedangkan aku tidak mengenali siapa dia. Kemudian aku berkata, kepadanya: "Aku tidak melihat orang-orang itu kecuali mereka membenci apa yang engkau katakan". Dia menjawab: "Sesungguhnya mereka itu tidak berakal sama sekali, perkataanku tadi itu seperti yang dikatakan kekasihku". Dia (Al Ahnaf bin Qais) berkata; Aku bertanya: "Siapa kekasihmu itu?". Dia menjawab: "Nabi Shallallahu'alaihiwasallam, yang Beliau pernah berkata kepadaku: "Wahai Abu Dzar, apakah engkau melihat Uhud?". Dia (Al Ahnaf bin Qais) berkata,: "Maka aku memandang matahari yang ternyata masih siang hari, dan aku melihat bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berkehendak mengutusku untuk memenuhi keperluannya. Maka aku menjawab: "Ya, siap". Lalu Beliau bersabda: "Aku tidak menyukai bila aku memiliki emas sebesar gunung Uhud lalu aku membelanjakannya semua kecuali tiga dinar saja (yang aku suka memilikinya) ". Dan sungguh mereka tidak berakal sama sekali, yang mereka hanya mengumpulkan dunia. Tidak, demi Allah aku tidak akan meminta dunia kepada mereka, dan aku tidak akan memberikan fatwa agama ini untuk mereka hingga aku menemui Allah".
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ قَالَ أَنْبَأَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنْ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُ بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ قَالَ فَحَدَّثْتُ بِهِ ابْنَ سِيرِينَ فَقَالَ غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ مَالًا
(BUKHARI - 2532) : Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah bercerita kepada kami Muhammad bin 'Abdullah Al Anshariy telah bercerita kepada kami Ibnu 'Aun berkata Nafi' memberitakan kepadaku dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa 'Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu mendapat bagian lahan di Khaibar lalu dia menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk meminta pendapat Beliau tentang tanah lahan tersebut dengan berkata: "Wahai Rasulullah, aku mendapatkan lahan di Khaibar dimana aku tidak pernah mendapatkan harta yang lebih bernilai selain itu. Maka apa yang Tuan perintahkan tentang tanah tersebut?" Maka Beliau berkata: "Jika kamu mau, kamu tahan (pelihara) pepohonannya lalu kamu dapat bershadaqah dengan (hasil buah) nya". Ibnu 'Umar radliallahu 'anhu berkata: "Maka 'Umar menshadaqahkannya dimana tidak dijualnya, tidak dihibahkan dan juga tidak diwariskan namun dia menshadaqahkannya untuk para faqir, kerabat, untuk membebaskan budak, fii sabilillah, ibnu sabil dan untuk menjamu tamu. Dan tidak dosa bagi orang yang mengurusnya untuk memakan darinya dengan cara yang ma'ruf (benar) dan untuk memberi makan orang lain bukan bermaksud menimbunnya. Perawi berkata; "Kemudian aku ceritakan hadits ini kepada Ibnu Sirin maka dia berkata: "ghoiru muta'atstsal maalan artinya tidak mengambil harta anak yatim untuk menggabungkannya dengan hartanya"

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
أَصَابَ عُمَرُ بِخَيْبَرَ أَرْضًا فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَصَبْتُ أَرْضًا لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ مِنْهُ فَكَيْفَ تَأْمُرُنِي بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَّسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا فَتَصَدَّقَ عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ أَصْلُهَا وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ فِي الْفُقَرَاءِ وَالْقُرْبَى وَالرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالضَّيْفِ وَابْنِ السَّبِيلِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ أَوْ يُطْعِمَ صَدِيقًا غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ فِيهِ
(BUKHARI - 2565) : Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada kami Yazid bin Zurai' telah bercerita kepada kami Ibnu 'Aun dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; 'Umar mendapatkan harta berupa tanah di Khaibar lalu dia menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: "Aku mendapatkan harta dan belum pernah aku mendapatkan harta yang lebih berharga darinya. Bagaimana Tuan memerintahkan aku tentangnya?" Beliau bersabda: "Jika kamu mau, kamu pelihara pohon-pohoinnya lalu kamu shadaqahkan (hasil) nya". Maka 'Umar menshadaqahkannya, dimana tidak dijual pepohonannya tidak juga dihibahkannya dan juga tidak diwariskannya, (namun dia menshadaqahkan hartanya itu) untuk para fakir, kerabat,. untuk membebaskan budak, fii sabilillah (di jalan Allah), untuk menjamu tamu dan ibnu sabil. Dan tidak dosa bagi orang yang mengurusnya untuk memakan darinya dengan cara yang ma'ruf (benar) dan untuk memberi makan teman-temannya asal bukan untuk maksud menimbunnya.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَاأَنَّ عُمَرَ اشْتَرَطَ فِي وَقْفِهِ أَنْ يَأْكُلَ مَنْ وَلِيَهُ وَيُؤْكِلَ صَدِيقَهُ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ مَالًا
(BUKHARI - 2570) : Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah bercerita kepada kami Hammad dari Ayyub dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa 'Umar memberi persyaratan pada harta yang diwaqafkannya yaitu pengurusnya boleh memakannya, boleh juga memberi makan temannya dan tidak untuk menimbun harta".
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ يَعْنِي ابْنَ بِلَالٍ عَنْ يَحْيَى وَهُوَ ابْنُ سَعِيدٍ قَالَ كَانَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ يُحَدِّثُ أَنَّ مَعْمَرًا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ فَقِيلَ لِسَعِيدٍ فَإِنَّكَ تَحْتَكِرُ قَالَ سَعِيدٌ إِنَّ مَعْمَرًا الَّذِي كَانَ يُحَدِّثُ هَذَا الْحَدِيثَ كَانَ يَحْتَكِرُ
(MUSLIM - 3012) : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab telah menceritakan kepada kami Sulaiman -yaitu Ibnu Bilal- dari Yahya -yaitu Ibnu Sa'id- dia berkata, " Sa'id bin Musayyab menceritakan bahwa Ma'mar berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menimbun barang, maka dia berdosa."
حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ حَدَّثَنَا الْهَيْثَمُ بْنُ رَافِعٍ الطَّاطَرِيُّ بَصْرِيٌّ حَدَّثَنِي أَبُو يَحْيَى رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ عَنْ فَرُّوخَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَهُوَ يَوْمَئِذٍ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَرَأَى طَعَامًا مَنْثُورًا فَقَالَ مَا هَذَا الطَّعَامُ فَقَالُوا طَعَامٌ جُلِبَ إِلَيْنَا قَالَ بَارَكَ اللَّهُ فِيهِ وَفِيمَنْ جَلَبَهُ قِيلَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ فَإِنَّهُ قَدْ احْتُكِرَ قَالَ وَمَنْ احْتَكَرَهُ قَالُوا فَرُّوخُ مَوْلَى عُثْمَانَ وَفُلَانٌ مَوْلَى عُمَرَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمَا فَدَعَاهُمَا فَقَالَ مَا حَمَلَكُمَا عَلَى احْتِكَارِ طَعَامِ الْمُسْلِمِينَ قَالَا يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ نَشْتَرِي بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيعُ فَقَالَ عُمَرُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ احْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ ضَرَبَهُ اللَّهُ بِالْإِفْلَاسِ أَوْ بِجُذَامٍ فَقَالَ فَرُّوخُ عِنْدَ ذَلِكَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أُعَاهِدُ اللَّهَ وَأُعَاهِدُكَ أَنْ لَا أَعُودَ فِي طَعَامٍ أَبَدًا وَأَمَّا مَوْلَى عُمَرَ فَقَالَ إِنَّمَا نَشْتَرِي بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيعُ قَالَ أَبُو يَحْيَى فَلَقَدْ رَأَيْتُ مَوْلَى عُمَرَ مَجْذُومًا
(AHMAD - 130) : Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id budak Bani Hasyim Telah menceritakan kepada kami Al Haitsam Bin Rafi' Ath Thathari orang Bashrah Telah menceritakan kepadaku Abu Yahya seorang lelaki penduduk Makkah dari Farrukh hamba sahaya Utsman, bahwa Umar pada saat menjadi Amirul Mukminin, dia keluar menuju masjid kemudian melihat makanan berserakan, maka dia bertanya; "Makanan apa ini?" Mereka menjawab; "Makanan yang di datangkan kepada kami, " maka dia berkata; "Semoga Allah memberkahi makanan ini dan orang yang mendatangkannya, " kemudian ada yang berkata; "Wahai Amirul Mukminin, makanan itu telah ditimbun, " Umar bertanya; "Siapa yanga telah menimbunnya?" Mereka menjawab; "Farrukh hamba sahaya Utsman dan Fulan hamba sahaya Umar, " maka Umar mengutus utusan untuk memanggil keduanya, kemudian dia berkata; "Apa yang mendorong kalian berdua untuk menimbun makanan kaum muslimin?" Keduanya menjawab; "Wahai Amirul Mukminin, kami membeli dengan harta kami dan menjual." Maka Umar menjawab; "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menimbun harta kaum muslimin maka Allah akan menimpakan kepadanya kebangkrutan atau penyakit kusta, " maka Farrukh ketika itu berkata; "Wahai Amirul Mukminin, aku berjanji kepada Allah dan kepadamu untuk tidak akan mengulangi menimbun makanan selamanya." Adapun hamba sahaya Umar dia berkata; "Hanyasannya kami membeli dengan harta kami dan menjual." Abu yahya berkata; "Maka sungguh aku melihat hamba sahaya Umar terkena penyakit kusta."
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ أَصَابَ عُمَرُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْمَرَهُ فِيهَا فَقَالَ أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُ بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَاقَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنْ لَا تُبَاعَ وَلَا تُوهَبَ وَلَا تُوَرَّثَ قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ فِي الْفُقَرَاءِ وَالْقُرْبَى وَالرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ أَوْ يُطْعِمَ صَدِيقًا غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ فِيهِ
(AHMAD - 4379) : Telah menceritakan kepada kami Isma'il telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Aun dari Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata, "Umar pernah memperoleh sebidang tanah di Khaibar, lalu ia menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan meminta petunjuk dari beliau dalam mengurusnya seraya berkata, "Di Khaibar aku memiliki sebidang tanah namun aku belum pernah memperoleh satu harta yang lebih aku cintai dari padanya, apa yang engkau perintahkan kepadaku? Beliau menjawab: "Jika mau engkau boleh menahan dan mensedekahkannya." Ibnu Umar melanjutkan, "Umar lalu mensedekahkan kebun tersebut untuk tidak menjualnya, tidak dihadiahkan dan tidak diwariskan." Ibnu Umar melanjutkan, "Umar pun mensedekahkannya kepada orang-orang fakir, para kerabat, hamba sahaya, fi sabilillah, Ibnu Sabil dan orang yang bertamu. Dan tidak berdosa orang yang merawatnya untuk memakannya dengan cara yang baik atau memberi makan kepada temannya dengan tidak menimbunnya."
حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا أَصْبَغُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ عَنْ أَبِي الزَّاهِرِيَّةِ عَنْ كَثِيرِ بْنِ مُرَّةَ الْحَضْرَمِيِّ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ احْتَكَرَ طَعَامًا أَرْبَعِينَ لَيْلَةً فَقَدْ بَرِئَ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى وَبَرِئَ اللَّهُ تَعَالَى مِنْهُ وَأَيُّمَا أَهْلُ عَرْصَةٍ أَصْبَحَ فِيهِمْ امْرُؤٌ جَائِعٌ فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُمْ ذِمَّةُ اللَّهِ تَعَالَى
(AHMAD - 4648) : Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada kami Ashbagh bin Zaid telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr dari Abu Az Zahiriyyah dari Katsir bin Murrah Al Hadlrami dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa menimbun makanan hingga empat puluh malam, berarti ia telah berlepas diri dari Allah Ta'ala dan Allah Ta'ala juga berlepas diri dari-Nya. Dan siapa saja memiliki harta melimpah sedang di tengah-tengah mereka ada seorang yang kelaparan, maka sungguh perlindungan Allah Ta'ala telah terlepas dari mereka."
حَدَّثَنَا سُرَيْجٌ حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَلْقَمَةَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ احْتَكَرَ حُكْرَةً يُرِيدُ أَنْ يُغْلِيَ بِهَا عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَهُوَ خَاطِئٌ
(AHMAD - 8263) : Telah menceritakan kepada kami Suraij berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar dari Muhammad bin 'Amru bin Alqomah dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Bersabda: "Barangsiapa menimbun (bahan makanan, pent) dengan maksud menaikkan harga atas kaum muslimin maka ia telah berdosa."
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نَافِعِ بْنِ نَضْلَةَ الْعَدَوِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ مَرَّتَيْنِ
(DARIMI - 2431) : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Khalid telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Muhammad bin Ibrahim dari Sa'id bin Al Musayyab dari Ma'mar bin Abdullah bin Nafi' bin Nadhlah Al 'Adawi, ia berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak menimbun kecuali ia akan berdosa." Beliau mengucapkan hingga dua kali.